Jakarta – Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi (Kemendes PDTT) memberi perhatian yang cukup besar di
sektor ketahanan pangan. Hal ini demi menjamin ketersediaan pangan di
masa mendatang.
Pasalnya, Organisasi Pangan dan Pertanian dunia (FAO) telah memberi
peringatan soal ancaman krisis pangan akibat pandemi Covid-19 yang
dialami beberapa negara, termasuk Indonesia dan prediksi kemungkinan
kemarau di tahun ini akan lebih lama dari biasanya, yang berarti akan
memicu kekeringan lebih lama juga.
Sejumlah langkah antisipasi telah dilakukan oleh Kemendes PDTT yaitu
dengan intensifikasi lahan dan diversifikasi pangan untuk mengantisipasi
ancaman krisis pangan yang diungkapkan oleh badan milik PBB itu.
Menteri Desa, Pembangunan Desa Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes
PDTT) Abdul Halim Iskandar mengatakan, langkah antisipasi ancaman krisis
pengan itu dengan melakukan intensifikasi lahan, salah satunya di
daerah transmigrasi binaan Kemendes PDTT
“Desa itu kita juga terus melakukan penyiapan lahan transmigrasi
untuk ketahanan pangan,” kata Gus Menteri, sapaan akrabnya, Senin
(6/7/2020).
Penyiapan lahan transmigrasi itu, salah satunya dilakukan di
Kecamatan Dadahub di Provinsi Kalimantan Utara. Di wilayah itu ada
sekitar 90.000 hektare lahan yang dimiliki oleh masyarakat transmigrasi.
“Lahan itu diu diupayakan proses intensifikasi tanaman pangan dengan
harapan menjadi salah satu upaya ketahanan pangan nasional kita,” kata
Mantan Ketua DPRD Jawa Timur ini.
Secara keseluruhan, Kemendes PDTT telah menyiapkan 1,8 Juta Hektare
lahan transmigrasi untuk membantu ketahanan pangan pasca pandemi
covid-19. Lahan pertanian tersebut akan dilakukan intensifikasi untuk
mempercepat dan meningkatkan hasil panen padi.
“Lahan yang bisa digunakan untuk intensifikasi ada 1,8 Juta Hektare
lahan pertanian di 3,2 Juta Hektare kawasan transmigrasi. Lokasinya
menyebar di beberapa daerah,” ujarnya.
Dari 1,8 Juta Hektare lahan pertanian tersebut, sebanyak 500.000
Hektare telah melakukan aktifitas produksi. Intensifikasi dilakukan
untuk menggenjot percepatan dan peningkatan produksi padi di lahan
tersebut.
Intensifikasi pada 500.000 Hektare lahan transmigrasi ini
diperkirakan akan membantu memenuhi kebutuhan pangan sebanyak 16 Juta
orang per tahun.
“Misalnya yang sudah ada ini, hasil panennya rata-rata sekitar 3-4
ton per hektare dalam satu kali tanam. Dalam program intensifikasi ini,
sebisa mungkin hasil panen akan digenjot minimal 5-6 ton per hektar
dalam satu kali tanam,” kata Pria Kelahiran Jombang ini.
500.000 Hektare lahan ini, lanjutnya, telah memenuhi prasyarat untuk
dilakukan intensifikasi, yakni tersedianya tenaga kerja, bibit unggul,
pupuk, mekanisasi dan irigasi, rice milling, off taker, dan perbankan.
Sedangkan sisanya, yakni 1,3 Juta Hektare lahan akan dilakukan
intensifikasi jangka panjang dengan terlebih dulu menyiapkan prasyarat
yang belum tersedia seperti mekanisasi dan irigasi, rice milling, dan
off taker. Penyediaan prasyarat intensifikasi tersebut, lanjutnya, akan
melibatkan kementerian/lembaga terkait.
Gus Menteri mengatakan, peningkatan produktifitas pertanian sangat
penting dilakukan, untuk mengantisipasi kemungkinan terancamnya
ketahanan pangan pasca pandemi covid-19. Ancaman terjadinya penurunan
ketersediaan kebutuhan pangan tersebut, lanjutnya, tidak hanya dialami
Indonesia saja namun juga negara-negara lainnya